Nothing Like Us
“Sesingkat itu mampu membuatku
senang dilevel tertinggi kebahagiaan :)”
Segera
aku klik tombol ‘tweet’ setelah aku selesai menulis pada kotak kecil
bertuliskan “What’s Happening?”
Ku baca sekali lagi SMS-nya :
“Yaudah
bsk jgn lupa kumpul di sekre OSIS pagi2, good night ya :)”
Ah sungguh….. aku sangat senang!!
Hanya karena sebuah pesan singkat dari kakak kelasku yang sangat aku kagumi.
“Bakalan mimpi indah deh malem ini hihi” gumamku.
Aku melirik jam dinding kamarku,
jarum pendek diangka sebelas dan jarum panjang tepat diangka dua belas. Ku
rebahkan tubuhku, lalu ku pejamkan mata. Sesekali aku senyum-senyum sendiri
mengingat dia yang tak pernah tau bahwa aku mencintainya.
Pagi-pagi aku bergegas menuju
sekretariat OSIS, karena SMS semalam dari dia yang menginstruksikan bahwa
seluruh pengurus berkumpul sebelum bel tanda masuk berbunyi.
Tapi
apa yang aku dapat? Lagi dan lagi…. Ku lihat dia bersama kekasih belum resminya
itu bercanda ria. Ya, maksudku dalam masa PDKT, dan semoga mereka tak pernah
resmi menjadi sepasang kekasih.
Aku
lebih memilih berdiri mematung diluar pintu. Segera ku keluarkan ponsel pintar
milikku, me-log-in akun twitter, untuk apalagi kalau bukan untuk update status,
meluapkan apa yang aku rasakan.
“Aku lelah jika harus selalu melihatmu
bersamanya.. tak bisakah kau tengok aku sebentar saja?”
Your tweet has been updated!
Ku tarik nafas dalam-dalam lalu ke
hembuskan perlahan.
“Kamu
kenapa?” suara yang sangat aku kenal itu mengalihkan pandanganku dari layar
smartphone-ku.
“Ngg…nggak
kak. Gapapa kok” aku salah tingkah dengan senyum yang aku paksakan.
“Fad,
ayo masuk rapatnya mau mulai!” seru cewek cantik gebetan kak Fadilku. What?
Fadilku?!
“Ayo
masuk San!” kak Fadil menggandeng tanganku untuk masuk. Apa aku bermimpi?! Aku
masih terpaku tak percaya.
Rapat
berjalan kurang lebih satu jam. Membahas tentang kepanitiaan seminar yang akan
diadakan besok di sekolah kami. Daaaaaaaan aku bahagia sekali lagi! Aku dan kak
Fadil sama-sama menjabat Sie. Dokumentasi.
Malam
ini tak ada bintang yang ku suka seperti biasanya. Ku tengok keluar jendela. Masih
berteman suara hujan, dan aku pun masih berkutat dengan fikiranku.
Apakah
rasa ini aku ungkapkan saja? Tidak. Tidak mungkin. Aku perempuan, aku menunggu,
bukan memulai.
Kak
Fadil lebih baik tak pernah tau tentang perasaanku, aku lebih baik diam dalam
cintaku. Daripada kak Fadil tau lalu pura-pura membalas rasaku, aku tidak mau.
Yang aku mau dia juga mencintaiku tanpa sebelumnya tau bahwa aku mencintainya. Aku
bodoh? Ya, entahlah. Cukup! hati dan fikiran ku sudah lelah berdebat tentang
rasa ini .....
Esoknya
seminar “Internet Sehat” pun dimulai pukul 08.00 di aula sekolah. Beberapa
panitia sibuk dengan tugasnya masing-masing. Aku siap dengan camdig ditanganku. Ku lirik kak Fadil,
hatiku nyeri. Dia sedang menjepret kak Nila dengan SLR-nya. Akhirnya aku
memilih masuk ke aula sendirian untuk menjalankan tugasku.
“Disini
siapa saja yang punya blog??” Tanya pemateri kepada peserta seminar.
Beberapa
siswa-siswi mengangkat tangan, begitupun aku. Tak ku sangka pemateri bertanya
kepadaku. “Isi blognya apa saja neng?”
“Oh.,
ngg..itu puisi, cerpen…artikel-artikel” jawabku spontan.
“Baguusss..
kita memang harus mengisi blog-blog kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Betul???”
“Betuuuuuuulll…!!”
jawab peserta serentak.
“Memang
alamat blog-mu apa?” Tanya itu mengagetkanku.
“tulisancassandra.blogspot.com”
Jawabku singkat.
Kak
Fadil hanya mengangguk-angguk.
Entah
mengapa aku malas meladeni orang yang aku kagumi ini, mungkin karena aku masih
cemburu.
Seminar
selesai. Evaluasi pun selesai. Beberapa panitia membubarkan diri, ada juga yang
masih betah di sekre. Aku keluar ruangan, duduk di kursi taman depan sekre OSIS.
lagi-lagi aku buka jejaring sosial untuk berkicau. Belum melog-in, kak Fadil
sudah ada disebelahku. Aku sekuat tenaga mengatur sikapku.
“San,
san!” panggil kak Fadil.
“Ada apa kak?” tanyaku.
Kak
Fadil duduk disebelahku membawa gitar.
“Kamu
suka sama bieber bieber itu ya? Nanyi lagu favoritmu, kakak yang main gitar”
serunya.
“Aku…gak
bisa nyanyi kak. Emang kakak tau lagunya JB?” jawabku.
“Aku
sih gak terlalu suka, Cuma pas denger Nothing Like US lumayan hehe.. Cuma tau
itu doang sih haha” ujarnya lalu memainkan gitarnya, “Yaudah kak dulu ya nanti
kamu nyambung” lanjutnya.
“Ooo
Oooh Ooo Oh Oh.. Lately I've been thinking, thinking about what we had
And I know it was hard, it was all that we knew, yeah
Have you been drinking, to take all the pain away?
I wish that I could give you what you deserve….lanjutin San!”
And I know it was hard, it was all that we knew, yeah
Have you been drinking, to take all the pain away?
I wish that I could give you what you deserve….lanjutin San!”
“Cause
nothing can ever, ever replace you
Nothing can make me feel like you do, yeah
You know there's no one, I can relate to
I know we won't find a love that's so true…”
Nothing can make me feel like you do, yeah
You know there's no one, I can relate to
I know we won't find a love that's so true…”
Lalu
kami nyanyi bersama,
“There's
nothing like us
There's nothing like you and me
Together through the storm
There's nothing like us
There's nothing like you and me together, oh…”
There's nothing like you and me
Together through the storm
There's nothing like us
There's nothing like you and me together, oh…”
Aku dan dia tersenyum bersama.
Dia
menghentikan permainan gitarnya, “udah ah gak hafal haha”
“Yee...yaudah!”
sahutku manyun.
“Kakak
mau ngomong serius nih!” ujarnya antusias.
“Apa??”
aku penasaran. Terbesit di otakku bahwa kak Fadil ingin menembakku. Ah
mustahil. Ku buang jauh-jauh prasangka bodoh itu.
“Menurutmu
kalau aku tembak kak Nila hari ini gimana?? Dia lagi ultah lho…!!”
Aku
rasakan waktu berhenti seketika. Aku hanya bisa diam. Tak satupun kata keluar
dari mulutku, karena aku rasa aku tak mampu. Sekuat tenaga aku tahan air mataku
agar tak jatuh.
“San??
Halo?? Gimana menurutmu?? Kamu udah kaya adikku sendiri, udah setahun kita
kenal, jadi aku minta pendapat kamu..!! Ayolah dik” katanya lagi.
“A..aku...”
adik? Dia memanggil aku adik? Rasanya aku sangat bahagia dipanggil adik,
apalagi jika dipanggil sayang?
“A..aku..aku
setuju saja kak jika itu sudah menjadi pilihan kakak…” ucapku sekuat tenaga.
Rasanya lebih baik aku lari keliling lapangan upacara tiga kali daripada harus
mengeluarkan tenaga untuk mengucapkan kalimat itu.
“Baiklah,
terimakasih dik!” dia mencubit pipiku lalu pergi meninggalkanku.
Tak
lama air mataku pun tumpah.
“Berteriak dalam diam, menangis
tanpa air mata, dan tertawa tanpa suara”
Begitu
kicauan-ku.
Entah
aku harus senang atau sedih. Mungkin sekarang kak Fadil dan kak Nila telah
resmi. Sedangkan aku? Aku masih bertahan dalam cinta diam-ku……..,
“nikmati saja rasa yang semakin
menyiksa, bukankah indah terjerat dalam asa penantian? hingga kan terjawab
dengan tangis atau tawa”
Aku
berkicau sekali lagi.
Ke
dengar langkah kaki mendekatiku.
“Ini...”
dia menyodorkan tissue untukku.
Aku
mendongak. “Rafi???”
Rafi
tersenyum lalu pergi meninggalkanku.
***
“Kemanapun tubuhku pergi, kau terus
membayangiku”
“Aku tak bisa memusnahkan kau dari
pikiranku”
“Di dalam keramaian aku masih
merasa sepi sendiri memikirkan kamu….”
Kicauan-ku
berturut-turut.
Malam
ini indah, bintang bertaburan, tapi tak seindah hatiku.
Ku
dengar panggilan telefon, “Kak Fadil” tertera nama itu dilayar ponselku.
“Hallo….
Iya kak?”
“Halo
dik… Nila nerima aku loh. Kita jadian!”
Tes…….tes……kali
ini aku tak perlu kuat-kuat menahan air mataku karena dia tak akan melihatnya.
“Ohya
baguslah kak” komentarku pendek.
“Kamu
gak seneng ya?” Tanya seseorang di seberang sana.
“Aku
seneng kok kak, selamat ya!” ucapku dengan sedikit senyum paksa. Bodoh, dia kan
tidak melihatku.
Telefon
pun ditutup.
Aku duduk diteras rumah, menikmati
senja sembari mencorat-coret buku kumpulan puisi-ku.
Cinta tak mengenal waktu..,
berapa sekon kamu tatap mata
teduhnya,
berapa menit kamu berada
disampingnya,
dan berapa lama masa-mu bersamanya.
Cinta bisa datang kapanpun,
Tak peduli singkatnya kata,
Tak peduli lamanya jumpa,
Cinta singgah begitu saja.
Meski kadang menyimpan luka,
Meski kadang hanya diam dan
menerima,
Percayalah cinta memiliki
keindahannya sendiri,
Yang hanya bisa dirasakan di dalam
hati.
Aku
kembali memutar waktu, dimana saat aku pertama kali jatuh cinta dengan kak
Fadil. Hanya karena bertabrakan di perpustakaan, entah mengapa aku tertarik
pada sosoknya, aku ingin tau lebih jauh tentang dirinya. Aku merasa nyaman
berada didekatnya, dengan melihatnya saja aku merasa tenang dan bahagia.
Namanya juga falling in love jadi
semua terasa serba indah. Hubungan kami menjadi lebih akrab karena sama-sama
menjabat pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah.
Suara
motor menyadarkanku dari putaran memoriku. Sosok laki-laki dalam khayalanku
tadi kini nyata didepanku. Dia turun dari motornya, membuka helm, lalu
tersenyum. “Anter kak Fadil yuk!” serunya. “Kemana?” tanyaku mengerenyitkan
dahi. “Beli hadiah buat kak Nila besok aku sama dia resmi jadian satu bulan”.
Jawaban yang membuatku kembali merasakan nyeri dihatiku. Aku hanya mengagguk.
Aku mengganti baju, sedangkan kak Fadil meminta izin pada ibuku.
Kami
tiba di mall dipusat kota.
“Mau
beliin apa kak?” tanyaku.
“Enggak
tau nih, menurut kamu apa? Cewek sukanya apasih? Boneka ya? Atau aksesoris
aja?”
Aku
terkekeh.
“Ih
kok malah ketawa” ujarnya lalu memasang tampang bête, ah bagiku dia tetap
tampan.
“Kakak
kayak wartawan sih!”
Kami
bercanda sembari menengok kanan-kiri melihat sesuatu yang pas untuk dihadiahkan
kepada kak Nila, kekasih dari cinta diam-diam-ku.
Langkah
kakiku terhenti. Aku ternganga. Aku kedip-kedipkan mataku untuk memastikan
bahwa aku tak salah lihat. Kak Fadil sadar bahwa aku tertinggal, dia berbalik
menghampiri. “Kamu liat apa?” tanyanya sambil mengikuti arah mataku.
Ku
lihat tangan kak Fadil mengepal. “Kak…kak…” rasanya ingin ku cegah saat ka
Fadil menghampiri kekasihnya yang resmi belum satu bulan itu bersama laki-laki
lain. Aku mengekor dibelakang kak Fadil.
“Nila!!”
panggil kak Fadil emosi.
Kak
Nila menoleh kaget, begitupun laki-laki yang tak kami kenal itu.
“Dia siapa hun?” tanya laki-laki itu pada kak Nila.
“Dia siapa hun?” tanya laki-laki itu pada kak Nila.
“Aku pacarnya! Lo siapa?!” jawab kak
Fadil.
“Gue Niko pacarnya Nila, baru jadian
kemaren. Mau apa lo?!” jawab Niko.
Aku tak percaya ini, kak Nila tega
menghianati laki-laki seperti kak Fadil??
“Nil..nila, jawab gue! Dia siapa?!!”
suara kak Fadil meninggi.
“Dia pacar gue, kenapa?? Ga trima??
Lo sendiri malah jalan sama adik kelas keganjenan ini!!” jawab kak Nila tak
kalah tinggi.
“A..aku…” aku mencoba membela diri.
“Diem lo!” bentak kak Nila.
“Denger ya Nila! Dia nemenin aku
buat beli hadiah buat anniv kita besok! Tapi kamu malah selingkuh. Aku gak
nyangka kamu setega ini! Jadi yang pantes disebut keganjenan itu kamu bukan
Sandra!” kak Fadil diam beberapa detik “Kita putus!” lanjutnya.
Kak Fadil menarik aku pergi menjauh
dari kak Nila dan Niko. Aku lihat mukanya memerah penuh emosi, tapi dia tidak
menangis. Ku rasa dia cukup kuat. Aku hanya diam, aku takut kalau-kalau salah
bicara, yang ada tambah menambah sakit hatinya.
Kami menuju parkiran, sesegera
mungkin meninggalkan mall itu. Tapi aku khawatir kepada kak Fadil. Aku yakin
dia amat sangat kecewa. Kami keluar dari parkiran.
Kak Fadil menyetir tidak seperti
biasanya, dia mengendarai motornya dengan kecepatan tak biasa. “Kak…pelan, aku
takut!” teriakku agar terdengar ditelinganya. Tapi aku rasa kak Fadil tak
menggubrisnya.
Akhirnya sampai dirumahku, huft…
jantungku berdebar lebih cepat.
“Makasih ya kak, hati-hati, jangan
seperti tadi, aku takut kakak kenapa-kenapa”
Tapi rasanya omonganku tak
didengarnya, aku sadar…..aku bukan siapa-siapa. Akhrinya aku hanya bisa berdo’a
agar tidak terjadi apa-apa dengan kak Fadil. Aku masuk ke rumah dan langsung ke
kamar.
Ku rebahkan diri di kasur tercinta,
dan tak lama terlelap. Belum 30 menit aku memejamkan mata, handphone-ku
berbunyi. Merem-melek ku baca nama yang tertera pada layar HP-ku. “Kak Fadil”
aku angat telefonnya.
“Hallo kak? Udah sampe rumah?”
tanyaku tanpa menunggu suara diseberang sana.
Tapi
aku dengar disana berisik dan banyak suara orang. “Aduh kasian sekali” “Panggil
ambulans cepat!” “Minggir-minggir ada polisi” kurang lebih diantara suara-suara
berisik itu aku menangkap beberapa suara.
“Ha..hallo! haloo!!” teriakku.
“Eh ini diangkat! Cepat bicara!”
suara diseberang sana.
“Hallo mbak, ini yang punya HP ini kecelakaan, mau dibawa ke rumah sakit sedang menunggu ambulans! Segera hubungi keluarganya ya mbak!” suara yang berbeda mengabarkanku.
“Hallo mbak, ini yang punya HP ini kecelakaan, mau dibawa ke rumah sakit sedang menunggu ambulans! Segera hubungi keluarganya ya mbak!” suara yang berbeda mengabarkanku.
Air mataku deras seketika. Aku tak
dapat bicara beberapa detik.
“Haloo mbak! Hallo!!... Segera ke
rumah sakit Siliwangi ya mbak!!”
Tut..tut..tut…
Aku segera menuju rumah sakit, aku
kabari teman-teman kak Fadil, lalu aku juga meminta tolong agar keluarga kak
Fadil dikabari, aku tak punya satupun kontak keluarganya, karena aku bukan
siapa-siapa-nya kak Fadil.
Tiba disana, aku langsung menuju
UGD. Tapi tetap saja aku hanya bisa duduk menunggu diluar ruangan. Belum ada
siapapun disana, baru ada aku sendiri. Aku hanya bisa terus berdo’a untuk kak
Fadil……..,
Entah mengapa hati ini terus mencaci
kak Nila, “ini semua gara-gara kak Nila!” perasaanku terus menyalahkan kak
Nila.
Tak lama teman-teman kak Fadil dan
keluarganya tiba. Mereka semua heran melihatku, mungkin dalam fikiran meraka
‘mengapa bukan Nila?’
Melihat tatapan mereka, aku
menceritakan kejadian di mall itu tanpa mereka minta.
“Aku dan kak Fadil berniat mencari hadiah untuk anniv ka Fadil dan ka Nila di mall. Tapi…kami malah melihat kak Nila dengan laki-laki lain. Kak Fadil bertengkar lalu memutuskan hubungannya…”
“Aku dan kak Fadil berniat mencari hadiah untuk anniv ka Fadil dan ka Nila di mall. Tapi…kami malah melihat kak Nila dengan laki-laki lain. Kak Fadil bertengkar lalu memutuskan hubungannya…”
Aku
mengambil nafas. Lalu melanjutkan.
”Tapi
setelah itu Kak Fadil tak bisa mengendalikan dirinya setelah kejadian itu…. Dia
menyetir motor tak seperti biasanya. Hampir beberapa kali menabrak… Aku sudah
ingatkan dia, tapi…” aku menangis sejadi-jadinya.
“Semua
ini gara-gara Nila!” “Nila sok laku! Kurang apa coba Fadil?!”
Aku
dengar beberapa kekesalan teman maupun keluarga kak Fadil.
“Ini
bukan salah kak Nila… ini salahku, andai aku tak memberi tau kak Fadil… ini tak
mungkin terjadi” ucapku. Kini aku menyalahkan diriku sendiri. Andai aku tak
memberi tahu kak Fadil, andai aku biarkan Nila dan Niko dan membiarkan kak
Fadil tak melihatnya saat itu… andai… andai… :’(
“Bukan San, ini bukan salahmu….,
tenanglah!” “Iya San, kamu gak salah”
Meraka
menenangkanku. Rafi mengelus-elus pundakku. “Sabar ya San, aku tau gimana
perasaanmu”.
Cukup lama kami menunggu, hingga
akhirnya dokter keluar bersamaan dengan ibu dan ayah kak Fadil tiba disana. Ibu
kak Fadil menangis berlari menghampiri dokter. “Dok…bagaimana anak saya dok?!!
Dia baik-baik saja kan..??!!” sambil sesegukkan.
“Sabar ya bu, anak ibu masih kritis,
kita harus banyak-banyak berdo’a, kami sudah melakukan yang terbaik untuk anak
ibu. Permisi..” jawab pak Dokter.
Ibu kak Fadil masih menangis
histeris dipelukkan suaminya. “Ayah…Fadil yah…”
Ayah
kak Fadil menenangkan istrinya.
Ya Tuhan…, jangan ambil dia….,
Aku sangat menyayanginya…,
Meski aku diam, itu caraku
mencintainya…,
Itu caraku agar bisa terus
disampingnya…,
Meski hanya dianggap adik, itu
sudah cukup…,
Kak Nila datang sendirian, kemana
selingkuhannya itu?! Sungguh hatiku sangat kesal. Ku relakan dia dengan kak
Fadil, tapi dia malah menyia-nyiakannya. Tapi aku lebih memilih diam. Sedangkan
teman dan keluarga kak Fadil memarahi kak Nila.
“Ngapain
kamu kesini?!” “Gak tau malu!!” “Cewek gak punya perasaan..!!” “Pergi aja deh
lo Nila, gak pantes buat Fadil, gak pantes juga ada disini!!..”
“A..aku..minta
maaf!!” aku dengar kalimat itu keluar dari mulut kak Nila, dia menangis lalu
pergi. Tapi ku rasa tak ada yang peduli.
***
3
hari berlalu…,
Malam
ini aku mencorat-coret buka diary-ku menumpahkan kerinduanku pada kak Fadil.
Malam mulai jatuh namun sepertinya
rembulan enggan bertandang,
Dan gerimis pun meninabobokan
bintang gemilang..
Sunyi dan sepi dingin mencekam kalbu
menusuk sebongkah rindu,
Nyeri dan ngilu duhai sang bayu..
Kemanakah akan ku tambatkan resah
dan gelisah ini?
Dimanakah harus ku sandarkan rindu
tak bertepi?
Jika satu membungkam dua maka bulan bertandang
ke pagi,
lalu diam dan menusuk hati..
Jengah rada sepi yang menyerobot
gelegar petir,
Walau keras, sekeras asa yang mulai
rapuh sehingga luruh menjadi abu..
Menjadi kaku menuju sendu..
Diam, dan nanti ku pinta mimpimu,
dari sini, dari tadi, dan dari hati…
Air
mataku jatuh lagi, ku paksa terpejam untuk menyambut esok dan berharap mendapat
kabar baik dari kak Fadil…
Ku
lihat kak Fadil masih betah dalam mimpi panjangnya. Aku masih setia menunggu
matanya terbuka. Seperti siang ini, aku menengoknya lagi seperti hari-hari
kemarin sepulang sekolah.
Ku
lihat tubuhnya yang tak berdaya, dengan alat-alat medis yang terpasang
ditubuhnya. “Kak…, kakak dengar aku? Aku kangen kakak. Ayolah kak, buka mata
kakak…sebentar saja…” aku menangis lagi. Tak tahan rasanya melihat laki-laki
yang aku cintai diam-diam ini hanya diam tak bisa ku ajak bicara.
Tangan
kak Fadil bergerak! Aku terus berdo’a agar kak Fadil sadar. Aku memanggil
dokter dan orang tua kak Fadil. Beberapa menit kemudian kak Fadil membuka
matanya. Dilihatnya satu per satu orang dalam ruangan itu.
“Ibu….ayah….Cassandra….”
sebutnya lemah.
“Alhamdulillah
kak Fadil sadar…,” ucapan syukur tak henti ku ucapkan.
“Alhamdulillah
nak…” ayah dan ibu kak Fadil merasa lega.
Kak
Fadil tersenyum.
“Fadil sayang ibu dan ayah…dan juga kamu Sandra adikku…” ujarnya.
“Fadil sayang ibu dan ayah…dan juga kamu Sandra adikku…” ujarnya.
“Ohya
Kakak baca tulisan-tulisan blog kamu, bagus-bagus ya. Kamu lagi suka sama
seseorang ya? Wah harus dikejar dong.. ntar diambil orang loh” lanjutnya dengan
suara yang masih lemah namun dipaksakan.
“Orang
itu kamu kak Fadil kamu!” sahutku dalam hati.
Aku
tersenyum. “Kakak masih sakit, perlu istirahat, kok bangun malah bahas blog
aku” tapi jawaban yang aku keluarkan berbeda dengan suara hatiku.
“Iya
Dil, kamu harus banyak istirahat” ucap ibundanya.
Kak
Fadil mengangguk lemah sambil tersenyum, “Fadil memang mau istirahat bu…”
Aku
merasakan aneh dengan jawaban kak Fadil, ku tepis jauh-jauh prasangka itu.
Akhirnya
aku izin keluar ruangan untuk shalat ashar agar hatiku tenang.
Setelah
selesai aku bergegas kembali ke ruang UGD, ku lihat ayah dan ibu serta beberapa
keluarga kak Fadil menangis histeris. Ada apa ini…?!
Aku
melihat suster di luar pintu, “ada apa sus? Kak Fadil baik-baik aja kan?”
“Maaf
mbak.. kak Fadil tidak bisa bertahan, di telah kembali ke Yang Maha Kuasa”
jawaban suster itu spontan langsung membuat deras air mataku. “Kak
Fadilllllllllll…….!!!!!”
Aku
tak percaya ini. Baru saja dia sadar dan mengobrol denganku. Baru saja ku lihat
senyumnya…….,
Aku
jatuh pingsan. Sadar atau tidak. Ku lihat kak Fadil tersenyum padaku, “jaga
dirimu dik, jaga perasaanmu ya” ucapnya lalu lenyap dalam cahaya putih.
“Kaaaaaaak..!!”
aku terbangun. “Dimana aku?” tanyaku.
Disebelahku
ada Rafi, “kamu pingsan” jawabnya.
“Kak
Fadil mana???” tanyaku lagi.
Aku
harap aku mimpi buruk. Tapi kejadian sebelum aku tak sadar itu memang nyata
setelah aku mendengar jawaban Rafi.
“Dia
sudah dibawa pulang untuk dimakamkan San..”
“Antar
aku ke rumahnya….” Pintaku dengan air mata kembali mengucur.
Sampai
di rumah kak Fadil, orang-orang berpakaian serba hitam menandakan suasana
sedang berkabung.
Ku
lihat kak Fadil terbujur kaku. Cinta diamku memang akan selamanya diam…... Aku
diam saat aku pertama kali jatuh cinta. Aku diam sampai aku dianggap seperti
adiknya sendiri. Aku diam sampai dia memilih orang lain. Aku diam sampai dia
dimiliki orang lain. Dan, aku tetap diam sampai dia yang ku cinta tak lagi bisa
membuka matanya……………… Bagaimana bisa ku ungkapkan sedang raga itu tak lagi bisa
ku ajak bicara? :’(
Ku
antar dia yang tak pernah tau bahwa aku mencintainya menuju tempat
peristirahatan terakhirnya. Andai saja aku ungkapkan perasaan ini, apa dia
masih mau berada disampingku? Atau menjauhiku? Masihkah bisa aku menjadi
adiknya? Setidaknya aku bisa mengungkapkan rasaku…. Rasa sesal menyelimutiku.
Semua
orang telah meninggalkan pemakaman, tapi aku masih bertahan disana.
“Kak…,
tulisan-tulisanku itu untuk kak Fadil…, kak.., aku yakin sekarang kakak bisa
tau perasaanku dari sana. Dalam keadaan tidak sadar itu, aku ingat kata-kata
kakak, agar aku menjaga diriku dan menjaga perasaanku. Aku akan menjaganya kak,
untuk kakak. Meski suatu saat aku akan menemukan laki-laki yang kelak menjadi
pasanganku, aku tak akan menghapusmu kakak, karena kak Fadil kakakku…orang yang
aku anggap kakak namun orang yang juga aku cintai diam-diam…cintaku yang tak
pernah bisa aku ungkapkan………”
Air
mata tak henti mengalir dari mataku.
“Mungkin
banyak selain aku yang memilih memendam cintanya, mencintai diam-diam dengan
caranya masing-masing, hanya agar bisa tetap dekat dengan orang yang
dicintainya, meski orang itu tak pernah tau…..but nothing like us. This is our
story. I always love you…..Fadil Andikha Putra”
0 komentar:
Posting Komentar